Rabu, 18 Mei 2011

Reuni Alumni SMP 220 Angkatan 1990 tanggal 2-3 juli 2011

Diberitahukan kepada semua teman" alumni SMP 220 bahwa Acara Reuni akan diadakan pada sabtu malam minggu



Tgl : 02 - 03 Juli 2011

Tempat : Tugu cisarua puncak

Biaya : Rp. 150.000,-/kk





Pembayaran dapat di transfer/cash ke rekening :

BANK MANDIRI CAB JAKARTA MEGA KUNINGAN

ATAS NAMA : ELIZABETH MEILANI

NO REK : 070-00-0630890-7



Pembayaran paling lambat tgl 18 juni 2011



Not : Apabila pembayaran dengan cara transfer, harus 

mencantumkan 3 digit no hp di belakang nominal.

contoh : transfer Rp. 150.969 ( saya transfer 150 ribu + 3 digit terakhir no hp 

saya )



setelah tranfer harap konfirmasi kepada saudari Elizabeth meilani


Bagi yang ingin membayar langsung dapat menghubungi humas di no telp atas nama :







Zuhud Prihatna         : 02141554503


Dwijo                         : 02183243893


Sofyan machmud      : 02199031020






ttd,



panitia

Selasa, 10 Mei 2011

Pemuda Eropa Kagumi Nuansa Lingkungan SMPN 220


Pemuda dari negara Republik Ceko, Eropa, menyatakan kekagumannya pada salah satu sekolah utama program Jakarta Eco School, SMP Negeri 220 di Jakarta Barat. Kekaguman Martin Benda, pemuda simpatisan Tunas Hijau itu, disampaikan saat bersama Tunas Hijau mengunjungi sekolah Sabtu (23/4), saat banyak masyarakat Indonesia melakukan liburan panjang akhir pekan. “Saya kagum dengan sekolah ini, yang dengan lahan terbatas, namun warga sekolahnya bisa menciptakan suasana yang ramah lingkungan hidup,” kata Martin Benda sesaat berkeliling SMP Negeri 220 Jakarta Barat.
Kekaguman Martin Benda cukup beralasan. Di sekolah yang berlokasi di kawasan Jalan Mangga I, Duri Kepa, kebun Jeruk Jakarta Barat ini bisa dihadirkan Saung Kompos atau satu ruangan khusus untuk mengolah sampah organik menjadi kompos. Di kedua sisi belakang sekolah ini juga sudah mulai dihadirkan pertanian dengan memanfaatkan lahan sempit. Ada cukup banyak jenis sayuran yang ditanam di lahan pertanian sekolah ini. Beberapa jenis pepohonan buah dan pelindung juga cukup banyak dihadirkan di sekolah ini.
Kehadiran Martin Benda bersama Tunas Hijau di SMPN 220 Jakarta Barat pun dimanfaatkan pimpinan dan guru sekolah itu untuk berdiskusi lingkungan hidup dan penerapan pendidikan. Pada diskusi santai itu dijelaskan Martin Benda bahwa di Eropa, tiap semester hanya terdapat 4 atau 5 subyek pelajaran di sekolah. “Sistem ini tidak memberatkan siswa dan bisa membuat mereka fokus sampai pembahasan tuntas,” kata Martin Benda. Sedangkan di Indonesia, tiap semester bisa diajarkan 12 subyek/pelajaran.
Martin juga berbagi informasi bahwa sekolah gratis juga diberlakukan di sekolah-sekolah di Eropa termasuk negaranya. “Sekolah gratis itu diberlakukan bagi sekolah-sekolah negeri yang semua pembiayaannya ditanggung pemerintah,” kata Martin Benda. Ditambahkan Martin Benda bahwa lebih banyak masyarakat di Eropa yang memilih menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah non pemerintah atau swasta meskipun tidak gratis dan membayar mahal. “Banyak masyarakat Eropa yang memilih alasan kualitas terjamin meskipun bayar mahal,” ujar Martin.
Martin Benda adalah pemuda yang lahir dan besar di negara Republik Ceko di Eropa. Dia menuntaskan studi masternya di salah satu perguruan tinggi di Brisbane di Australia. Setelah lulus S2 di Australia, Martin Benda menetap selama beberapa bulan terakhir di Singapura. Pada Januari – Februari 2010, Martin mengabdikan diri sebagai simpatisan Tunas Hijau. Bersama Tunas Hijau Martin melakukan pembinaan di beberapa sekolah dari beberapa kota/kabupaten di Jawa Timur untuk mewujudkan sekolah-sekolah peduli lingkungan hidup.

Ketika Air Itu Datang Menghampiri Sekolah Kami

Tidak seperti siswa sekolah menengah pertama umumnya di Tanah Air, Jumat (1/2) pukul 10.00, ratusan siswa SMP Negeri 220 di Jalan Mangga I, Tanjung Duren, Jakarta Barat, mengakhiri kegiatan belajarnya. Maklum, kaki mereka mulai kedinginan oleh genangan air setinggi 30 sentimeter yang mengepung ruang kelas mereka.
Dua penjaga sekolah, Abdullah dan Sulaiman, mulai menutup pintu-pintu dan jendela. Sementara Fauzi, bendahara sekolah, masih sibuk membereskan catatan laporan keuangannya.
Sayup-sayup Fauzi mendengar suara berdebum. ”Ah, paling pagar tembok roboh lagi,” katanya sambil melanjutkan pekerjaannya. Tetapi belum sempat ia menarik napas, tiba-tiba ia mendengar Abdullah berteriak-teriak, ”Tolong! Tolong! Anakku terbawa banjir!”
Fauzi pun tersentak dan lari menghampiri suara Abdullah. Begitu ia keluar dari ruang kerjanya, Fauzi menyaksikan gelombang air pasang yang bak air bah bergerak cepat menghampirinya. Air menyusup masuk lewat kaca-kaca jendela nako ke setiap ruang dan memorakporandakan seluruh isinya.
Karena kerasnya benturan air dengan dinding dan perabot sekolah, beberapa sepeda motor milik para guru yang diletakkan di atas meja-meja siswa berjatuhan ke lantai. Saling tindih.
Fauzi sejenak menghentikan langkahnya. Ia melihat anak Abdullah yang baru berusia dua tahun terombang-ambing di atas meja siswa yang mengapung. Syukur akhirnya Abdullah bisa menyelamatkan anaknya.
Fauzi sendiri terkepung air yang hampir seleher. Ia buru-buru kembali ke ruang kerjanya, menyelamatkan perangkat komputer utama dan catatan-catatan penting lainnya.
Nyaris ambruk
Hatinya teriris ketika melihat penghargaan juara nasional kebersihan dan kerindangan se-Indonesia tahun 1997 yang diperoleh SMPN 220 tercabik-cabik oleh banjir. Hal serupa terjadi pada puluhan penghargaan, baik berupa plakat, piala, vandel, dan trofi lainnya.
Penghargaan lain itu di antaranya adalah penghargaan sebagai juara bulu tangkis nasional tahun 2006 yang berlangsung di Semarang, Jawa Tengah, serta penghargaan sebagai juara pencak silat nasional 2006.
”Saya seperti tidak percaya menyaksikan hal itu,” kenangnya ketika ditemui Selasa siang di sekolah yang kini senyap itu. Ia duduk di sebelah kepala sekolah, Ali Arsyad; staf Litbang, Aruan; dan Sulaiman.
”Sebanyak 24 komputer siswa dan lima komputer guru rusak. Buku-buku pelajaran, buku koleksi perpustakaan, dan dokumen penting lainnya hancur,” kata Ali.
Menurut dia, air tercurah dari tembok tanggul Kali Sekretaris yang jebol memukul pagar tembok sekolah dan merobohkan mushala. Atap, tembok, dan tiang-tiang bangunan rusak, seperti kelihatan pada Selasa kemarin.
Tiang-tiangnya banyak yang disangga tiang darurat. Jumlah tiang darurat makin banyak setelah banjir Senin lalu. Rangka-rangka kayu atap melengkung nyaris ambruk. Sebagian besar sudah dimakan rayap.
”Rayap cepat beranak pinak di sini karena setiap tahun bangunan ini basah oleh banjir. Sejak saya menjadi kepala sekolah di sini tahun 2005, setiap tahun saya harus meliburkan siswa selama sebulan karena banjir,” ujar Ali.
Setelah banjir, siswa SMPN 220 yang jumlahnya 780 orang tak berani belajar di gedung karena khawatir kalau bangunan roboh. Baru hari Senin lalu siswa bisa kembali belajar di gedung Sekolah Dasar Negeri (SDN) 16 dan SDN 17 di Duri Kepa, Tanjung Duren, Jakbar.
Ali menjelaskan, bangunan SMPN 220 yang dibangun tahun 1976 itu belum pernah direnovasi. Dari tahun ke tahun, kondisinya kian memburuk, lebih-lebih setelah tanggul Kali Sekretaris dibangun tahun 2002.
”Sejak ada tanggul, air hujan tak lagi bergerak ke arah Tanjung Duren, tetapi ke Duri Kepa, ke SMPN 220,” ucapnya.
Khawatir bangunan bakal roboh, Ali bersama anggota pengelola sekolah lainnya, tahun 2005 menyodorkan usulan renovasi.
”Dua kali kami kalah bersaing memperebutkan alokasi tersebut. Kata Kepala Dinas Pendidikan Dasar dan Menengah DKI, Ibu Sylviana, tahun ini DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) DKI telah menyetujui dan mengalokasikan dana renovasi total. Tetapi saya sendiri masih bimbang. Apa benar?” kata Ali.
Wajah Ali berbinar ketika ia mendengar Wakil Ketua DPRD H Mansyur yang dihubungi lewat telepon seluler membenarkan penegasan Sylviana.
”Benar. DPRD telah menyetujui alokasi dana sebesar Rp 11 miliar untuk biaya renovasi total,” kata Mansyur.
Ia menambahkan, rencananya seluruh bangunan akan dirobohkan. Permukaan tanah sekolah seluas 5.024 meter persegi akan ditinggikan. Rencananya di atas lahan tersebut akan dibangun gedung sekolah minimal dua lantai.


Sumber :bacatanda